BIDADARI SURGA ASIAH

Thursday, December 29, 2011

Surat Cinta Hawa Untuk Adam...



Lama rasanya tangan ini tidak menulis lagi di blog, bukannya tak mau, tapi lagi sibuk dengan sebuah proyek dakwah kecil. Lagi mencoba menulis novel tentang cinta, tentang dakwah dan tentang pengorbanan…kisah tentang sebuah negeri nun jauh dari pandangan mata tapi amat dekat di hati. Palestine…negeri para syahid yang menunggu dibebaskan…sesaat setelah kota Roma itu ditaklukan, tempat hati ini tertawan. Yup, sekarang lagi sok jadi novelis gitu…layak atau tidak, bagus atau tidak, insya Allah tetap aku posting tulisan novelku di blog kecilku ini, dengan harapan akan menjadi batu-batu kerikil intifadah yang ketiga sekaligus Intifadah yang terakhir untuk Palestine oleh para perindu surga, untuk semakin semangat dalam berdakwah di jalanNya, sekaligus mencari diantara hamba-hamba Allah yang akan menjadi “sang Al-Fatih Kedua”…yang akan menaklukan kota Roma, dengan kepemimpinannya sebab dialah sang penakluk…yang tak tertaklukkan….

Tapi tulisan aku kali ini tidak akan membicarakan sang penakluk kota Roma, sebab itu proyek besar yang membutuhkan konsep dan strategi yang besar pula. Jadi aku tetap akan membicarakan sang penakluk, tapi ini sang penakluk yang lain, yaitu sang penakluk hati tapi tanpa syarat…he..he…^^

Beberapa bulan yang lalu, ada seorang lelaki datang menemui sahabatku, ia menawarkan hatinya. Karena ia adalah seorang lelaki yang baik agama dan akhlaknya, maka sahabatku menerima lelaki tersebut dengan hati yang ikhlas. Sahabatku membuka pintu hatinya untuk lelaki tersebut ketika lelaki itu mengetuk pintu hatinya dengan salam dan senyuman yang paling manis. Mereka berdua kemudian sepakat untuk bertaaruf, dengan berharap semoga Allah menjodohkan mereka dalam ridhaNya.
Jadilah lelaki ini menjadi sang penakluk hati sahabatku.

Suatu saat, sang penakluk itu mengirimkan surat pada sahabatku, sebuah surat yang isinya mampu membuat hati sahabatku tersentuh bahkan mungkin sangat tersentuh. Suatu waktu pula, mereka berdua berdiskusi tentang impian masa depan mereka, harapan-harapan mereka dan mimpi-mimpi mereka,yang akan diwujudkan mereka berdua setelah menikah. Namun ada satu hal pembicaraan yang membuat hati sahabatku sangat gelisah. Ketika sang penakluk berkata bahwa ia ingin punya banyak anak. Karena itu, syarat yang diajukan sang penakluk pada sahabatku adalah “kesuburan”.

Mendengar syarat itu, sahabatku menjadi gelisah. Bukan karena ia tak memenuhi syarat sang penakluk tapi ada sesuatu yang berkecamuk di pikirannya yang memaksanya untuk gelisah. Sebagai wanita, wajar sahabatku merasa senang mendengar ke-inginan sang penakluk. Senang karena kelak jika mereka berdua berjodoh, maka pada rahim sahabatku nanti insya Allah,akan mengandung anak-anak sang penakluk. Anak-anak yang sholeh yang akan membantu sang penakluk, berjuang untuk agama Allah. Dan gelisah karena sahabatku sadar bahwa urusan anak adalah urusan Allah, Dzat yang menciptakan manusia. bukan urusan sahabatku dan sang penakluk.

Walaupun begitu, sahabatku tak ingin menghapus perasaannya pada sang penakluk, karena sahabatku tau bahwa, itu adalah sebuah keinginan hati sang penakluk yang harus dihormati dan dihargai. Keinginan seorang lelaki yang ingin menjadi ayah dari sebuah pernikahan sacral walaupun syaratnya adalah “kesuburan”. Sebuah syarat yang mengikuti anjuran dari sang Rasul pilihan, yang begitu bijaksana sekaligus memiliki muatan politis yang tinggi.

Kemudian pada suatu saat, aku berkunjung ke rumah sahabatku, kudapati ia dalam gelisahnya. Akupun mencoba untuk mencari tau apa penyebabnya. Sahabatku bercerita padaku tentang syarat yang diajukan oleh sang penakluk hatinya. Dan itu sudah kuceritakan pada kalian para blogger di tulisan awal. Akupun mencoba berdiskusi dengan sahabatku menyangkut syarat mencari istri yang diajukan sang penakluk. Sang penakluk menginginkan agar wanita yang dinikahinya haruslah wanita yang subur. Karena kesuburan pula merupakan syarat bagi seorang wanita untuk dapat hamil. Kamipun berdiskusi tentang tugas seorang istri yang notabene adalah sebagai seorang wanita. Dimana sesungguhnya, adalah kaum yang didaulat oleh Allah sebagai makhluk yang akan mengandung dan melahirkan anak di dunia. Sungguh tugas yang mulia yang hanya Allah berikan pada makhluk yang paling peka perasaannya, paling kuat rasa sayangnya, paling besar rasa cintanya, yaitu wanita bukan pada kaum sang penakluk hati.

Berbicara tentang kesuburan, aku sering pula mendengar cerita teman-teman aku yang lain bahwa dalam sebuah taaruf seorang lelaki banyak yang menjadikan “kesuburan” sebagai syarat dalam memilih istri. Adalah hak mereka bagi laki-laki untuk mencari wanita yang subur demi mendapatkan keturunan. Toh seperti yang sudah aku jelaskan dari awal, bahwa menikahi wanita yang subur adalah anjuran utama dari Rasulullah.
Tetapi faktanya, pada beberapa kasus, kesuburan bukanlah jaminan seorang wanita dapat melahirkan anak ketika sudah menikah. Buktinya banyak wanita yang walaupun mereka secara klinis adalah wanita-wanita yang subur, tetapi apa daya, setelah menikah ternyata Allah belum mengaruniakan mereka anak. Tapi ada beberapa kasus pula, wanita yang sudah di vonis dokter tak akan bisa hamil ternyata malah bisa hamil bahkan mampu melahirkan anak-anak yang banyak.
Jadi sebenarnya ini bukanlah permasalahan "menikahi wanita subur" atau "tidak menikahi wanita tidak subur", tetapi bagaimana kita menyikapi bahwa permasalahan kehadiran anak dalam pernikahan adalah bukan urusan wanita ataupun laki-laki tetapi urusan Allah yang menciptakan wanita dan laki-laki. Dan itulah yang kini menjadi ganjalan di hati sahabatku.

Kemudian aku mencoba berdiskusi tentang hal ini dengan salah satu sahabatku yang telah menikah. Saat sedang berdiskusi, tanpa kuduga tiba-tiba sahabatku menangis di hadapanku. Aku bingung, aku merasa tak menyakiti maupun menghinanya. Kami hanya berdiskusi tentang kesuburan wanita yang menjadi syarat untuk melahirkan anak, yang kemudian dijadikan syarat pula oleh seorang lelaki ketika mencari istri. Namun sesaat kemudian aku mengerti apa arti dari tangisannya itu. Aku baru teringat tentang keadaan dirinya. Saat ini usia pernikahannya sudah menginjak tahun keempat, dan sampai saat ini juga ia belum dikarunia anak. Padahal ia termasuk wanita yang subur. Ceritaku telah mengingatkan akan nasibnya.

Di sore itu, langit meneteskan air mata kesedihannya, seolah mengiringi tangisan sahabatku. Saat itu, Aku hanya bisa memeluknya ketika tangisannya semakin menjadi. Selang beberapa lama tangisnya-pun mulai mereda. Setelah merasa lega, Ia pun menumpahkannya segala isi hatinya padaku. Apa yang ia inginkan, apa yang ia rasakan. Ia pun memintaku menyampaikan semua isi hatinya kepada para sang penakluk hati agar mereka mengerti tentang satu hal…sesuatu yang diluar kekuasaan wanita, sesuatu yang merupakan urusan Allah semata. Inilah ungkapan hatinya….



Wahai Sang penakluk hati, sang Adam tempat tulang rusuk Hawa bertaut

Izinkan aku mewakili kaum hawa melalui surat ini, mengungkapkan apa yang sebenarnya menjadi impian seorang wanita dan apa yang ada dalam hati serta benak mereka…

Seorang Wanita siapapun itu, tidak akan pernah menganggap dirinya "SEMPURNA" menjadi wanita sebelum dia menemukan tempat untuk menambatkan hatinya, sebelum ia memiliki tempat untuk bernaung, sebelum ia diikat oleh ikatan suci pernikahan, yah..sebelum ia sah menjadi seorang istri dari seorang lelaki yang membuatnya menjadi sempurna.

Seperti Hawa yang diciptakan untuk menemani Adam yang kesepian, seperti itulah wanita diciptakan untuk kaum lelaki.Wanita diciptakan untuk menemani hari-hari kesepian kalian, wanita dititipkan di dunia untuk memberikan kebahagiaan di wajah kalian, wanita dilahirkan untuk mengabdi pada kalian ketika menjadi suaminya. Terlebih jika wanita tersebut sudah memiliki pemahaman islam, bahwa dengan menjadi istri yang sholehah bagi suaminya adalah sebuah jalan baginya untuk mendapatkan surga Allah. Maka dengan balasan surga yang menggiurkan, wanita mana yang tidak ingin menjadi sempurna?

Namun ternyata, setelah menjadi seorang istri, seorang wanita kembali tersadar bahwa menjadi seorang istri saja bukanlah sebuah kesempurnaan yang sejati. Tetapi jika dia sudah melahirkan dan kemudian memberikan anak pada suaminya,maka itulah kesempurnaan sejati baginya. Kesempurnaan itulah kebahagiaan yang terbesar dalam hidupnya tanpa bisa ditukar oleh kenikmatan apapun yang ada di dunia ini. Tidak oleh uang yang banyak, rumah yang mewah,dan harta yang melimpah…semua itu takkan mampu menawan hatinya.
Dan Tak ada pujian yang paling indah, tak ada panggilan yang paling membahagiakan hatinya,ketika ia dipanggil dengan sebutan “ibu”, oleh suara ayu sang anak…tak ada pelukan yang paling hangat selain pelukan anaknya yang berlari ketakutan mencari perlindungan dalam pelukannya…

Wahai Sang penakluk hati, lelaki yang menjadi imam di hati dan imam di rumah Kaumku
Mempunyai anak adalah sesuatu yang sangat penting dalam pernikahan sebab anak adalah penerus keturunan, cahaya mata kedua orang tua, sekaligus perekat keharmonisan antara suami dan istri. Ketika dalam pernikahannya selama kurun waktu bertahun-tahun, sepasang suami istri belum dikaruniai anak, orang-orang akan selalu menimpakkan seluruh kesalahan pada si wanita, mulai dari menuduhnya sebagai wanita tidak subur. Punya rahim subur-pun masih harus menerima kutukan lainnya yaitu sebagai wanita sial-lah atau cacian yang lainnya. Tanpa mereka berpikir bahwa masalah anak diluar kehendak kami para wanita. Diluar kekuasaan kami. Kami hanya makhluk lemah yang hanya bisa meminta kemurahan Allah dengan menyempurnakan kami dengan kehadiran anak.
Keputusan bukan pada tangan kami, tapi pada tangan Allah yang menciptakan kami.Haruskah kami dipersalahkan? yang menciptakan kami, haruskah kami dipersalahkan?

Wahai sang penakluk hati, lelaki yang mencintai kaumku
Di dunia ini, perkara apa yang paling ditakutkan oleh seorang wanita melebihi dari perkara hidup yang lainnya? Dengan jujur, seorang wanita akan menjawab, “perkara itu adalah melahirkan”.
Setiap seorang wanita yang sudah menjadi ibu, ketika dirinya ditanya, ”rasa sakit apa yang paling sakit yang pernah ia rasakan di dunia ini?”. Dengan senyuman ia akan menjawab, “Tak ada rasa sakit yang melebihi dari rasa sakit ketika melahirkan”.
Begitu kuatnya keinginan kami, seorang istri untuk mempunyai anak, mampu mengalahkan ketakutan kami terhadap rasa sakit melahirkan. Bahkan untuk melahirkan anak, kami harus rela mempertaruhkan nyawa kami, demi membahagiakan suami kami.
Walaupun resiko sakit yang luar biasa dengan taruhan nyawa, ikhlas kami tanggung, tapi Allah juga belum mengabulkan doa kami…Haruskah kami dipersalahkan…..Haruskah kami ditinggalkan?

Tahukah Sang penakluk hati,... berapa banyak rasa sabar yang disiapkan oleh seorang istri dalam hatinya ketika semua orang datang menghina dan menyalahkan dirinya karena belum mampu untuk melahirkan seorang anak?

Tahukah Sang penakluk hati,... berapa tetes air mata seorang istri yang jatuh setiap harinya untuk meminta kehadiran sang anak?, air mata yang selalu menghias dalam sujud mereka, dalam hening mereka, atau air mata yang disembunyikan dalam hati mereka ketika menatap wajah suami mereka dengan memberikan senyuman mereka yang termanis, namun sebenarnya mereka menyimpan tangisan itu sendiri jauh dalam lubuk hati mereka yang luka.

Tahukah Sang penakluk hati,... berapa ratus doa yang dipanjatkan seorang istri setiap harinya untuk dikasihani oleh Rabbnya agar rahim mereka dapat mengandung? Berapa juta bait-bait cinta yang mereka lantunkan setiap harinya untuk menarik hati Rabbnya agar mereka dapat melahirkan? Bahkan mereka berdoa dalam keputus asa-annya…

Tahukah Sang penakluk hati,... berapa ribu kata maaf yang ingin disampaikan seorang istri pada suaminya, karena belum mampu membuat suaminya menjadi seorang “Ayah”? …kata maaf yang hanya bisa ia sampaikan lewat tatapannya, senyumannya dan belaiannya, tanpa disadari oleh suaminya….

Tahukah Sang penakluk hati, seorang suami diberikan "empat kali kemurahan" oleh Allah untuk mendapatkan anak, sementara seorang istri diberikan empat kali kesabaran oleh Allah untuk mendapatkan keikhlasan, Lalu dalam hal ini, sebenarnya siapa yang paling menderita…? Kalian seorang suami atau kami seorang istri? Jika seperti itu, Haruskah kami disalahkan? Haruskah kami ditinggalkan?

Wahai Sang penakluk hati yang semoga Allah mengaruniakanmu sebuah hati yang hangat…

Seorang istri-pun tahu bahwa seorang suami pasti ingin mempunyai anak. Seorang istri bukanlah batu yang tak bertuah, seorang istri bukanlah wanita yang tanpa perasaan. Ketika melihat kesabaran suaminya yang dengan sabar dan setia mendampingi mereka, hati seorang istri pasti akan tergerak untuk meminta suaminya mengambil “tawaran Allah" yang lain” untuk mendapatkan anak. Demi cinta kepada suaminya, seorang istri harus memaksa dirinya untuk ikhlas menerima aturan itu, walaupun jujur,itu meremukkan seluruh tubuhnya bahkan menghancurkan hatinya.

Wahai Sang penakluk hati…Lelaki yang berjiwa besar…
.
Suratku ini, bukan untuk membuat hati kalian tak nyaman, bukan untuk membuat kalian terikat …selamanya. Tetapi suratku ini hanya ingin mengungkapkan perasaanku, perasaan kaumku, bahwa kesempurnaan kami adalah ketika kami telah mampu melahirkan seorang anak bagi kalian.

Aku tak ingin menyalahkan kalian yang berkeinginan untuk mendapatkan anak dengan syarat mencari wanita yang subur, itu hak kalian, sebab itu anjuran Rasulku yang hendak membanggakan kalian dan keturunan kalian dihadapan Allah.Dan aku sangat setuju tentang hal tersebut. Sebab tentara-tentara islam dan para penakluknya haruslah terlahir dari rahim seorang wanita yang subur.
>
Tetapi aku hanya ingin kalian sadar bahwa keinginan kami untuk dikaruniai anak jauh lebih besar daripada keinginan kalian. Jika kalian para lelaki menghadirkan satu hasrat untuk dikaruniai anak, maka kami kaum wanita,menghadirkan seratus bahkan seribu hasrat untu dikaruniai anak. Sebab ini menyangkut kodrat penciptaan kami di dunia, menyangkut kesempurnaan kamisebagai wanita.

Karena itu hargailah kami dan perasaan kami.Janganlah menyalahkan kami,janganlah menghujat kami, janganlah mencela kami, ketika rahim rahim kami belum berbuah. Sebab sekali lagi, urusan anak adalah diluar kekuasaan kami…tapi adalah kekuasaan Tuhan yang menciptakan kami.

Dalam penantian, aku selalu berdoa kepada Allah bahwa semoga Allah mengaruniakan rahimku sebagai tempat untuk melahirkan anak-anak yang akan menjadi cahaya bagi orang tuanya dan menjadi tentara-tentara islam yang kelak akan menaklukan kota roma di masa yang akan datang.

Dan teruntuk Suamiku, aku ingin membisikkan kalimat mesra ini di telingamu,

“Abi, jika nanti kesabaranmu itu tlah habis untuk menanti anak dariku, maka ajukanlah proposal nikahmu padaku….sebab aku mencintaimu karena Allah…"

Kudengar suara sahabatku bergetar ketika kalimat itu ia ucapkan di bibirnya,kulihat air mata itu tumpah dari bening matanya. Kurasakan hati yang sedang mencoba untuk ikhlas…
Aku sadar, seperti Itulah wanita, kaumku,diriku,yang walaupun akal kami penuh dengan berbagai kajian pemikiran yang seolah menguatkan kami,tapi sesungguhnya kami adalah wanita yang terlahir dengan perasaan yang melekat pada kami. Kami lemah, sangat lemah. Kini, Aku memeluknya untuk kesekian kali…saat ia mulai menangis lagi.

Aku pun teringat sebuah kisah sahabatku yang lain, ketika setahun masa pernikahannya, dokter memvonisnya terkena kista rahim dan dia harus menjalani pengobatan…agar dia bisa punya anak. Sekarang pernikahnnya sudah berjalan lebih dari tiga tahun. Alhamdulillah suaminya tetap sabar menerima keadaan itu sambil menguatkan hati istrinya.

Ada pula, kisah mengharukan dari sepupuku, dokter sudah memvonisnya tidak akan memmpunyai anak karena rahimnya telah rusak, di tahun kelima pernikahannya. Dia sudah pasrah dan mengajukan cerai pada suaminya, tetapi suaminya bersikeras menolak untuk menceraikan sepupuku. Tapi siapa yang sangka, di tahun berikutnya, Allah malah mengizinkan rahimnya untuk mengandung. Ditahun berikutnya lagi dia mengandung pula…dan Alhamdulillah sekarang ia telah dikaruniai empat orang anak yang tampan dan cantik. Subhanaullah…Apa sih yang tidak bagi Allah?

Memang dalam kehidupan ini, ada wilayah perbuatan yang dikuasai oleh manusia (manusia sendiri yang berkehendak untuk berbuat tanpa dipaksa) dan ada wilayah perbuatan yang tidak dikuasai oleh manusia (diluar kehendak manusia, dan manusia dipaksa untuk menerima). Para istri misalnya, jika mereka tak tau memasak, dan diminta untuk belajar memasak oleh suaminya, dan sang istri bersedia belajar memasak dan akhirnya dia bisa memasak maka keadaan dari tidak tau memasak hingga tau memasak adalah wilayah perbuatan yang dikuasai oleh sang istri. dia boleh memilih mau belajar atau tidak belajar., "tau memasak" adalah hasil mutlak yang akan dia dapat karena ada "usahanya".(kehendak). Tapi dalam hal mempunyai anak, itu masuk di wilayah perbuatan yang tidak bisa dia kuasai, dia hanya bisa berusaha (berobat jika ada masalah) tapi hasilnya, itu diluar kehendaknya, karena Allah-lah yang memutuskan apakah dia akan mengandung atau tidak. Inilah yang seharusnya dipahami oleh para suami dan orang-orang yang suka menyalahkan pihak wanita jika dia belum memberikan anak.

Begitulah, manusia boleh bersyarat, boleh memilih, tapi sesungguhnya Allah jualah yang menentukan. Para penakluk hati boleh bersyarat, boleh memilih untuk mendapatkan istri yang subur, tapi Allah-jualah yang menentukan kehadiran anak tersebut.
Ada sedikit pertanyaan menggelitik yang diajukan sahabatku pada diriku,pertanyaannya adalah, “mengapa laki-laki yang “tidak berpemahaman” lebih sabar dan setia pada istrinya dalam menunggu kehadiran anak dari pada laki-laki yang “berpemahaman” tapi kurang sabar dalam menunggu hingga mencari madu yang lain buat istrinya, sehingga dibilang tak setia?

Akupun menjawabanya dengan jawaban yang menggelitik pula,“karena laki-lakiyang tidak berpemahaman, tidak mengenal poligami, tak tau ada jalan menuju roma, sehingga mereka tetap sabar dan setia, lagipula jika mereka berani,bisa-bisa nyawa taruhannya, berbeda dengan laki-laki yang punya pemahaman, mereka mempunyai pengetahuan tentang poligami, sehingga mereka tau ada jalan menuju kota roma, sehingga mereka tak sabar untuk mencari jalanmtersebut….he…he…he…(bercanda .)

Jadi artikel saya kali ini, ingin sedikit membuka hati bagi para penakluk hati,bahwa menikahi wanita subur atau tidak menikahi wanita tidak subur bukanlah halyang harus kita permasalahkan. Itu sah-sah saja. Tapi yang harus dipermasalahkan adalah adanya orang-orang yang tidak mempunyai hati yang selalu menyalahkan, mencela, kaum wanita jika ia belum mampu menghadirkan anak pada pernikahannya. Tanpa dihina atau di celapun mereka sudah merasa tertekan dengan ujian yang Allah berikan pada mereka. Yang masalah adalah para suami yang tak sabaran sehingga meninggalkan istri mereka begitu saja, tanpa peduli pada perasaan mereka sedikitpun.


Bagaimanapun juga, tetap berikan cinta itu pada istrimu, bahkan harus dilebihkan. Tetap berikan sayang itu pada mereka, bahkan harus dilebihkan.Tetap kuatkan mereka dengan kesabaran, bahkan harus dilebihkan…semoga dengan begitu Allah menjawab doa kalian dengan Anak yang sholeh dan sholehah….Amin

Sesungguhnya wanita adalah seorang Hawa yang diciptakan untuk menemani Adam.Jika Hawa mencintai Adam tanpa syarat maka Adam-pun harus mencintai Hawa tanpa syarat...

0 komentar: