BIDADARI SURGA ASIAH

Tuesday, August 25, 2009

Nikah Dini Siapa Takut......?



Ukhtifillah, pasti pada heran yah ngeliat judul postingan saya, yang kali ini lebih punya test...(he...he.. ..gak becanda). Yup pasti kamu bingung n gak percaya kalo saya pada ngajakin kamu untuk nikah dini alias nikah muda. Gak kok!. Kita gak ngajakin kamu nikah dini, kita cuma ngelarang kamu supaya jangan menjadi pelaku free seks. Setudju !

Soalnya gini, waktu lagi ke pasar buat belanja kebutuhan orang rumah, saya sempat melewati sekelompok ibu-ibu, sekelompok remaja, sekelompok tukang sayur, sekelompok preman. Semuanya tuh pada ngebahas pernikahannya si Ulfa ama si Puji, sodare seakidah saya yang tinggalnya di Semarang. Dari inti pembicaraan mereka (bukan bermaksud nguping neh..) semuanya pada kompak gak setuju dengan penikahan si Ulfa ma si Puji. sampai-sampai terdengar kalimat-kalimat bernada sumbang yang gak enak banget di dengar telinga. Jadinya saya sengaja pengen ngebahas tentang penikahan dini dalam islam. Boleh apa kagak? bagaiman islam memandang perbedaan usia dalam pernikahan? Jadi sebelum kamu baca, gak boleh komen anything....

Nikah Dini Dalam Islam

Islam menganggap bahwa pernikahan adalah suatu bentuk yang sakral, dimana disatukan seorang laki-laki dan seorang wanita yang saling mencintai untuk membina sebuah ikatan rumah tangga yang halal di mata Allah tanpa melihat perbedaan. Entah itu berwajah cantik ato jelek, seorang kaya ato miskin, berkulit putih ato hitam bahkan berusia muda ataupun berusia tua.

Dikatakan bahwa pernikahan bukan hanya sekedar sebuah legalisasi hubungan seksual semata namun adalah sebuah bentuk ibadah kepada Allah. Selain itu pernikahan bukan pula perampasan hak anak. Namun Pernikahan sejatinya adalah perpindahan perwalian dari seorang ayah kepada seorang suami. Ayah menyerahkan tanggung jawab mengasihi, menafkahi, melindungi, mendidik, dan memenuhi semua hak anak perempuannya kepada laki-laki yang ia percayai mampu memikul tanggung jawab tersebut.

Dalam hal ini pun, Islam membolehkan menikahkan anak yang sudah baligh tapi sudah tamyiz ( sudah bisa menyatakan keinginannya ) dengan seseorang yang dicintainya. Sehingga dalam islam, apabila seorang anak yang telah memasuki pernikahan maka anak tersebut tetap terpenuhi hak-haknya. Pernikahan seorang Anak yang belum baligh belum dituntut tapi dipersiapkan (diajarkan dan dituntun) untuk mampu melaksanakan semua kewajibannya sebagai seorang istri. Sementara bagi anak yang sudah baligh tetap mendapatkan hak sekaligus ia sudah harus melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.

Sementara itu, anjuran menikah yang disampaikan ama Rasulullah gak nyebutin patokan usia yaitu :

“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah mencapai baligh , maka menikahlah. Karena sesungguhnya menikah lebih bisa menjaga pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu melaksanakannya maka berpuasalah karena puasa baginya adalah kendali (dari gairah seksual)”. ( HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits tersebut mengandung seruan untuk menikah bagi para pemuda (asy-syabab), bukan orang dewasa (ar-rijal) atau orang tua (asy-syuyukha). Dalam hadits tersebut seruan nikahnya adalah seruan yang bersifat tidak harus atau mandub (sunah). Selain itu, tidak ada nash dan dalil yang berupa pelarangan untuk menikah dengan alasan perbedaan usia.

Namun bagi seseorang yang udah kepengen nikah, faktor ekonomi menjadi sebuah batu sandungan baginya. Takut kalau menikah, ntar bakalan hidup miskin. Padahal semestinya kita gak usah menjadikan hal itu sebagai sebuah batu sandungan untuk nikah sebab Allah-lah yang akan mencukupi kebutuhan hambanya tersebut dalam surahnya :

“Menikahlah, dan jika mereka miskin maka Allah akan membuatnya kaya dengan karunianya”. ( Qs An-Nurr : 32).

Jadi kenapa kita harus takut menikah di usia dini, toh dengan nikah dini kita bisa terhindar dari free seks. Lagipula dengan menikah maka kita telah menjalankan 50 % dari perintah agama. Otomatis pahala yang akan dapat lebih banyak lagi.

Daripada kita mengikuti trend remaja saat ini yang menganggap bahwa pacaran sebelum menikah sangat diperlukan untuk kesiapan menikah nantinya. Padahal dengan pacaran tidak ada jaminan bawa seseorang akan bahagia nantinya. Lagi pula belum tentu orang yang kita pacari adalah jodoh kita. Belum lagi dengan pacaran banyak mengandung resiko.

Nikah VS Zina

Guys...Cobalah lihat di negara-negara barat dan eropa, di Jerman seorang gadis yang berusia 12 bernama Patricia Fallsa telah melahirkan anak pada tahun 2006 hasil hubungan seksnya dengan temannya. Di negara tersebut menurut penelitian Pada 2004 lampau, 469 remaja berumur 15 tahun telah menjadi ibu. Di tahun yang sama, 8.000 remaja putri di bawah 18 tahun melakukan aborsi. Sementara yang melahirkan sebanyak 868 orang. Semuanya hasil dari perilaku free seks.

Di Indonesia sendiri, Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Boy Abidin SpOg kepada remaja yang hamil menunjukan bahwa : hamil diluar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2 %, karena sama-sama mau sebayak 12,9 % dan tidak terduga sebanyak 45 %. Seks bebas sendiri mencapai 22,6 %. Sementara kita dah tau bahwa usia remaja adalah usia dibawah 17 tahun.

Data diatas akan sangat ironi dengan adanya UU perlindungan anak yang mematok usia 18 tahun ke bawah sebagai kategori anak-anak. Sehingga kontan yang masih berstatus anak-anak gak boleh nikah. Melihat fakta diatas apa yang terjadi jika remaja yang dibawah usia tersebut yang sudah mengenal seks kemudian kepengen nikah namun dilarang nikah oleh UU ? Bukankah ini sama saja menyetujui perzinahan (haram) daripada perikahan (halal).

Kalo saja kita mau berkaca, mau lebih jujur...lihatlah lingkungan di sekitar kita. kenapa kita gak ributin aja soal gaya hidup free seks yan dilakoni oleh anak muda zaman sekarang. Banyak orang tua yang gak sadar kalo anaknya udah menjadi pelaku zina, banyak yang hamil diluar nikah, banyak yang tanpa malu-malu berbuat mesum di tempat-tempat umum, banyak wanita tuna susila yang mulai unjuk gigi di jalanan, banyak wanita yang tanpa malu-malu mengumbar auratnya, buanyak...ah rasanya terlalu panjang kalau diungkapin, gak cukup ditulis dengn secarik kertas ini.

Banyak yang memilih berzina daripada nikah. Padahal apa yang dilakukan oleh mereka adalah jelas-jelas perbuatan maksiat yang dihukumi haram. Contoh hukuman yang dijatuhi bagi para pelaku zina. Jika misalnya dia adalah pezina yang belum nikah maka dia akan terkena hukuman jilid (cambuk) 100 x, sementara bagi yang udah nikah dia akan di rajam sampai mati. Lihatlah betapa murkanya Allah terhadap perbuatan Zina. Sayangnya, karena perbuatan zina udah sering terjadi maka perbuatan zina dianggap sebuah hal yang wajar. Ironis banget.

Bro.. kita mesti tahu bahwa pernikahan di usia dini bukanlah sesuatu hal yang tabu dan yang hina. Namun sekarang ini masyrakat kita sudah mengangap bahwa perbuatan tersebut adalah sebuah bentuk pelanggaran. Wajarlah masyarkat kita mempunyai pola cara pandang seperti itu. ini terjadi disebabkan karena masyarakat kita udah gak diatur lagi ama hukum-hukum Allah, en pada buta dengan ajaran islam. Jadinya gak bisa bedain lagi, mana perbuatan yang halal ato haram dan mana yang terpuji ato tercela.

Misalnya aja, kemaren seorang kiyai muda melakukan poligami dengan menikahi seorang janda secara halal. Dan pada waktu yang besama-an pula terungkap kasus dimana seorang anggota dewan melakukan perbuatan zina dengan sekretarisnya. Maha besar Allah yang nunjukin kepada manusia dua kejadian yang berbeda. Allah ingin membuka lebar mata kita untuk melihat mana perbuatan yang halal dan mana yang haram. Saat itu apa yang dilakukan kiyai kondang tersebut dengan menikahi seorang janda dengan cara halal dan terpuji, malah dihujat, dihina bahkan dicaci maki oleh masyarakat. Sementara itu anggota dewan yang berzina, gak dihina, gak dicela dan gak dicaci. Anehnya bukan perbuatan zinanya yang disorot tetapi tentang statusnya sebagai anggota dewan. Poligami diributin dan Selingkuh dibiarkan bahkan didiamin. Padahal poligami sejatinya dibolehkan oleh Allah, dan zina dimurkai oleh Allah.

Serupa dengan kasus penikahan si Puji pengusaha kaya raya yang berumur 43 tahun menikahi si Ulfa anak berumur 12 tahun. Masyarakat beranggapan bahwa gadis yang masih berumur 12 tahun belum bisa menikah apalagi dinikahi oleh seorang pria yang terpaut usia yang jauh darinya. Sehingga apa yang dilakukan si Puji dianggap perbuatan moral dan bejat. Alhasil si Puji dituduh sebagai pengidap penyakit pedofilia dengan ancaman hukuman penjara. Padahal Ulfa mengaku kepada media masa bahwa ia sendiri setuju dinikahi si Puji, dan melakukan penikahan tanpa paksaan, dengan kesadarannya bahkan mengaku mencintai puji. Karena itu apakah salah jika si Ulfa yang 12 tahun mnecintai si Puji yang berumur 43 tahun en Salakah si Puji yang berumur 43 tahun ketika mencintai seorang Ulfa yang berumur 12 tahun?. Dan Bukankah cinta itu gak mengenal batas usia...gak mengenal kaya ato miskin....? kenapa semua orang pada ribut....! kasihan euy...!

Fren, gak ada yang salah diantara pernikahan mereka, karena pernikahan mereka tidak bertentangan dengan islam. Yang salah adalah orang-orang yang gatek tentang penikahan dalam islam. Coba pikir deh..kalo apa yang dilakukan si Puji dengan menikahi si Ulfa secara halal sebagai istri kemudian menafkahinya dan bertanggung jawab adalah sesuatu yang mulia di mata Allah daripada seorang pemuda tanggung yang menghamili pacarnya kemudian raib entah kemana meninggalkan pacarnya, buntutnya sang pacar bunuh diri...

Saudariku.. sadarkah kita bahwa kejadian seperti inilah dijadikan senjata utama oleh kaum kafir untuk menjelekkan, menghina sekaligus menghancurkan hukum-hukum islam dan islam itu sendiri.. ironinya adalah kita umat islam malah terjebak dan malah ikut menghina terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan halal. Lagian kenapa baru sekarang hal itu diangkat? Padahal jauh sebelumnya pernikahan di bawah umur banyak dilakukan di desa-desa. Contoh yang paling menonjol adalah Di desa ganggalang kec. Gangga pada tanggal 7 bulan 2 tahun 2007 terjadi pernikahan dini antara Husnadi dan Atines yang keduanya masih berstatus sekolah dasar. Kenapa mereka tidak dipisahkan dan kenapa pula ortu mereka gak ditangkap? Nanti setelah orang alim yang melakukan poligami ato pernikahan dini menjadi sorotan tajam. Pada nyadar gak seh...?

Karena itu maka solusi yang ditawarkan oleh Febrianti Abasuni sebagai pemerhati remaja terhadap pernikahan usia dini yaitu :

1. Penetapan batas usia minimal dalam pernikahan perlu dihapuskan karena tidak efektif dalam melindungi anak dan hanya mengkriminalkan orang-oarang yang tak bersalah.
2. Orang yang mau bertanggungjawab dalam pernikahan dituding sebagai pelaku kriminal sementara penyeru free seks ( baca : perzinahan) dibiarkan bebas bahkan dianggap sebgai penyelamat.
3. Penetapan usia yang dianggap layak untuk menikah harusnya diserahkna kepada orang tua anak masing-masing. Orang tua adalah pihak yang dikarunia oleh Allah Sang pencipta naluri untuk mencintai dan melindungi anak, mengetahui perkembangan anak, dan pihak yang paling menginginkan kebaikan bagi anak.
4. Negara mengambil peranan penting dalam mensehjahterakan rakyatnya, tidak lain hal itu akan terwujud jika menerapakan sistem ekonomi, politik, pendidikan sesuai dengan syariah islam.

So menikah dini adalah lebih baik daripada melakukan perzinahan. Jika kamu merasa sudah siap maka menikah adalah lebih baik.

So nikah dini....siapa takut!.

Muslimah...Kembalilah Pada Fitrahmu...! ( Kewajiban menutup aurat, berJilbab dan Kerudung )






Artikel ini bagi semua wanita yang mengaku beragama Islam tanpa terkecuali dan referensi bagi para Ayah untuk Anaknya, para Suami untuk Istrinya, para lelaki yang mempunyai adik atau kakak perempuannya.

Mau jadi “Bidadari Surga” ?
Hmm... syaratya mudah aja kok, ikuti petunjuk dari artikel ini. Selamat membaca..

Catatan ini sudah saya perbaharui mengingat catatan postingan kemarin masih jauh dari kejelasan. Semoga catatan saya yang ini lebih menginspirasi para muslimah agar mereka benar-benar mau berhijab dengan benar. aamiin. ^^

Akhir-akhir ini banyak sekali kita jumpai kaum Muslimah, baik remaja maupun dewasa mengenakan pakaian Muslimah dengan berbagai warna, corak dan model. Jika kita cermati, tidak semua kaum Muslim memiliki pandangan yang jelas tentang pakaian Muslimah. Faktanya, banyak wanita yang mengenakan kerudung hanya menutupi rambut saja, sedangkan leher dan sebagian lengan masih tampak. Ada juga yang berkerudung tetapi tetap memakai busana yang ketat, misalnya, sehingga lekuk tubuhnya tampak. Yang lebih menyedihkan adalah ada sebagian kalangan yang masih ragu terhadap pensyariatan Islam tentang pakaian Muslimah ini.

Di samping itu, masih banyak juga di yang memahami secara rancu kerudung dan jilbab. Tidak sedikit yang menganggap bahwa jilbab adalah kerudung dan sebaliknya. Padahal, jilbab dan kerudung adalah dua perkara yang berbeda.

1. Perintah Menutup Aurat

Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan Rasul-Nya memang telah memisahkannya. Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, laki-laki dan perempuan. 



Untuk batasan aurat kaum laki-laki, Allah dan Rasulnya telah menjelaskan dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khuuriy, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

 “Aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”

Ini menunjukkan bahwa aurat laki-laki adalah berawal dari pusat menuju hingga lututnya. hadits ini secara jelas merekover pemahaman para laki-laki bahwa paha dan lutut mereka ternyata adalah bagian dari aurat yang tidak boleh mereka tampakkan di hadapan wanita.

Dan, jika si laki-laki pe'de, mereka boleh saja berjalan di tempat umum dengan tidak memakai pakaian yang menutupi dada mereka, karena memang itu bukan bagian dari aurat mereka, namun dengan syarat, celana yang mereka pakai haruslah tepat di pinggang mereka menjulur sampai pada daerah lutut mereka.

So, maaf yah, bukan cuma "paha" perempuan yang merupakan aurat! "paha"  laki-laki juga adalah aurat. Dan bukan cuma "lutut" perempuan yang merupakan aurat!. "lutut" laki-laki juga merupakan aurat. :V


 Sementara untuk kaum Muslimah, Allah Swt. telah mengatur ihwal menutup aurat ini al-Quran surat an-Nur ayat 31:


وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ


Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS an-Nur [24]: 31).

Frasa mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak padanya) mengandung pengertian wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini dapat dipahami dari beberapa hadis Rasulullah saw., di antaranya: Pertama, hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyatakan (yang artinya):


"Suatu ketika datanglah anak perempuan dari saudaraku seibu dari ayah ‘Abdullah bin Thufail dengan berhias. Ia mengunjungiku, tetapi tiba-tiba Rasulullah saw. masuk seraya membuang mukanya. Aku pun berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, ia adalah anak perempuan saudaraku dan masih perawan tanggung.” Beliau kemudian bersabda, “Apabila seorang wanita telah balig, ia tidak boleh menampakkan anggota badannya kecuali wajahnya dan ini.” Ia berkata demikian sambil menggenggam pergelangan tangannya sendiri dan dibiarkannya genggaman telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya)." (HR Ath-Thabari).

Kedua, juga hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«قَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ»
"Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya)." (HR Abu Dawud).

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang biasa tampak dari wanita adalah muka dan kedua telapak tangan, sebagaimana dijelaskan pula oleh para ulama, bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan (Lihat: Tafsîr ash-Shabuni, Tafsîr Ibn Katsîr).
Ath-Thabari menyatakan, “Pendapat yang paling kuat dalam masalah itu adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa tampak adalah muka dan telapak tangan.” (Tafsîr ath-Thabari).

Jelaslah bahwa seorang Muslimah wajib untuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Artinya, selain wajah dan telapak tangan tidak boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan mahram-nya.




Lalu Apakah yang dimaksudkan dengan pakaian menutup aurat bagi wanita?

Berbeda dengan laki-laki, Wanita mempunyai dua tempat kehidupan yaitu 1. Kehidupan khusus dan yang ke-2, adalah kehidupan umum.

Kehidupan Khusus 

Yang dimaksudkan dengan kehidupan khusus adalah, wilayah seorang wanita dimana saat dia melakukan aktifitasnya dia tidak akan bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya atau laki-laki yang bisa ia nikahi. Disini dia hanya akan bertemu dengan laki-laki yang tidak bisa ia nikahi seperti ayah, dan saudara laki-lakinya.
Contoh dari tempat kehidupan khusus wanita,  adalah semisal "rumahnya". Karena itu dirumahnya, seorang wanita diwajibkan padanya untuk memakai pakaian yang hanya menutup auratnya saja tanpa harus berjilbab dan berkerudung.

Berkaitan dengan pertanyaan, dengan apa wanita menutup auratnya, disini syara tidak menentukan pakaian tertentu untuk menutupi aurat tersebut. Syariat islam membiarkan secara mutlak hal tersebut tanpa menentukan bentuknya. Syariat islam hanya cukup mencantumkan lafal, 'an la yazhhara minha', yang maknanya, 'hendaklah tidak menammpakkan aurat'.
Berkaitan dengan lafal tersebut, maka pakaian apapun yang berfungsi sebagai penutup seluruh auratnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, dianggap sudah mencukupi, bagaimanapun bentuknya. Sehingga, Kain yang panjang dapat dianggap sebagai penutup aurat, begitupula celana panjang, rok dan kaos. Sebab, bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukkan oleh syariat.

Namun demikian, syariat telah mensyaratkan agar pakaian tersebut dapat menutupi kulit luar. Kaum wanita wajib untuk mengenakan pakaian yang menutup auratnya dengan syarat pakaian tersebut dapat menutupi kulit luarnya, baik kulitnya berwarna putih, merah, coklat, hitam bahkan yang abu-abu (putihnya gak jelas...^^). 
Jika pakaian menutup auratnya masih menampakkan kejelasan dari warna kulitnya, berarti dia dianggap "Tidak menutup aurat" dan tentu ia masih mendapat dosa. Oleh karena itu jika kain penutup (pakaian) itu tipis (transparan) sehingga tetap menampakkan warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

Dalil tentang persoalan ini terdapat dalam hadits Nabi SAW yang driwayahkan dari Usamah. Disebutkan bahwa ia pernah ditanya oleh Nabi SAW, tentang kain tipis (al-qabthiyah). (Nabi sebelumnya telah memberikan hadiah kain kepada Usamah). Usamah menjawab bahwa ia telah mengenakannya kepada istrinya. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda kepadanya :

“Suruhlah istrimu untuk mengenakan kain tipis (ghilalah) lagi di bagian dalamnya, karena sesungguhnya aku khawatir kalau sampai lekuk tubuhnya tampak“

Ini menunjukkan bahwa, Rasulullah SAW khawatir kalau kain yang dipakaikan Usamah kepada Istrinya akan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh istri Usamah, sehingga beliau memerintahkan kepada Usamah agar menambahkan atau melapisi kain tersebut dengan kain yang lainnya.

Karena itu bagi seorang wanita jika ia berada di dalam rumahnya ia bisa mengenakan pakaian yang ia sukai untuk menutup auratnya  apakah bentuknya berupa baju kaos, rok maupun celana panjang dengan syarat pakaian pakaian tersebut tidak tipis atau transparan sehingga dapat memperlihatkan warna kulit mereka dari luarnya. Dan aturan ini berlaku ketika wanita berada pada wilayah khusus mereka ( rumah), dan akan berlaku aturan yang lain ketika wanita tersebut beralih ke wilayah umum mereka.

Namun sayangnya, wanita wanita masa kini telah “berani” mengenakan pakaian menutup aurat ketika mereka berada di luar rumah. Padahal pakaian-pakaian model  tersebut adalah pakaian yang hanya berlaku ketika mereka berada di dalam rumah mereka atau di wilayah kehidupan khusus mereka.

Pakaian Wanita dalam Kehidupan Umum




Selain aturan tentang menutup aurat, Allah Swt. pun memberikan aturan yang sama rincinya tentang pakaian wanita dalam kehidupan umum, yaitu jilbâb (jilbab, abaya) dan khimâr (kerudung).

Yang dimaksudkan dengan kehidupan Umum adalah, wilayah seorang wanita dimana saat dia melakukan aktifitasnya dia  akan bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya atau laki-laki yang bisa ia nikahi.. Ini menandakan apabila seorang wanita telah keluar dari pintu rumahnya maka wilayah yang berada di luar pintu rumahnya  yang disebut dengan wilayah kehidupan umumnya.

Dalam kesehariannya, wanita tidak menutup kemungkinan untuk keluar rumah untuk memenuhi hajatnya; ke pasar, ke mesjid, ke rumah keluarga dan kerabatnya, dan lain-lain. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi atau pertemuan dengan laki-laki. Islam menetapkan, ketika seorang wanita ke luar rumah, ia harus mengenakan khim‰r (kerudung) dan jilbab.

2. Perintah Menggenakan Khimar (Kerudung)



Seorang wanita apabila ia keluar dari rumahnya maka Allah memerintahkannya untuk mengenakan khimar. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt:



Allah Swt. berfirman:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

"Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimâr) ke dada-dada mereka." (QS an-Nur [24]: 31).

Dari ayat ini tampak jelas, bahwa wanita Muslimah wajib untuk menghamparkan kerudung hingga menutupi kepala, leher, dan juyûb (bukaan baju) mereka. Khimar berbeda dengan jilbb. Khimar  adalah kerudung untuk menutupi kepala, leher dan dada.



Oleh karena itu Khimar berbeda dengan jilbab. Khimar  bukanlah jilbab. Khimar adalah kerudung yang dipakai untuk menutupi kepala, leher dan dada. Arti dari kata “menutupi” bermakna bahwa khimar yang dipakai haruslah dapat menutupi bagian-bagian yang termasuk wilayah kepala ( rambut dan telinga) dan juga wilayah leher serta bagian di wilayah dada (maaf, payudara). Apabila khimar yang dipakai masih dapat menunjukkan isi di bagian dalamnya maka wanita tersebut dikatakan belum melaksanakan perintah untuk mengenakan khimar sehingga ia masih mendapatkan dosa atas penampakan auratnya.

Namun seiring perkembangan model saat ini, khimar telah kehilangan identitasnya. Khimar yang semula oleh Allah berfungsi untuk menutup aurat oleh wanita masa kini telah beralih fungsi menjadi perhiasan rambut.
Coba lihatlah khimar yang oleh wanita masa kini cara mengenakannya diplintir kesana kemari, ditarik keatas kebawah, dibentuk sebagaimana macam rupa, dihias dengan berbagai macam jambul agar terkesan menarik. Khimar semacam ini telah terkategori “tabaruj”. Jika kita berpikir mengenakan khimar semacam ini mendapat pahala dari Allah maka kita telah “keliru”.

Allah tidak akan memberikan pahala pada amalan yang sudah terkategori “tabaruj”. Maka sia-sialah amalan berkhimar kita, bahkan bisa jadi kita akan mendapatkan dosa dari aktifitas mengenakan khimar. Tentu kita tidak mau, sudah susah susah menutup aurat, mengenakan khimar sampai berpayah-payah ternyata amalan itu menjadi sia-sia belaka.






Belum cukup khimar diobok-obok, khimar-pun dipakai hingga menyerupai “Punuk Onta”. Kerudung dalaman ninja dengan tambahan “konde-konde” menjadi trend yang tidak dapat dibendung. Pikirnya wanita dengan bergaya seperti itu akan terlihat keren!

Apa yang keren coba kalau kepalamu benjol dibelakang? Apa yang keren coba kalau kepalamu terlihat lebih besar daripada badanmu yang ceking? Apa yang keren coba kalau kepalamu semakin ke atas semakin menikung? Coba jelaskan, teori “keseimbangan” apa yang kamu pakai dengan model seperti itu?
Keren aja untuk Rasulullah SAW yang meski beliau hidup di zaman-nya, beliau oleh kekuasaan Allah SWT dapat melihat perilaku umat wanitanya di masa kini.
Rasulullah SAW bersabda :

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku melihat keduanya, (1) Kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia (maksudnya penguasa yang dzalim) dan (2) perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang lain juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang berlenggak-lenggok. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium bau wanginya. Padahal bau wangi syurga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian waktu (jaraknya dekat).” (HR. Muslim dan yang lainnya).

Inilah perbuatan yang sekiranya kita berpikir telah mendatangkan amal untuk masuk surga ternyata oleh Allah ini adalah amal yang di laknat oleh Allah.

“Jangankan untuk masuk surga, mencium bau surga-pun wanita itu tidak akan mendapatkannya, padahal jarak surga itu sangat dekat, terlihat beliau meng-indikasinya dengan tangan kanan dan tangan kiri beliau yang hampir bersentuhan”.

Buat apa berkhimar jika pada dasarnya khimar yang kita kenakan menjadikan kita sebagai "Wanita Hadits Punuk Onta" ?
Karena itu kenakanlah khimar yang syar’i agar Allah meridhoi kita.

3. Perintah Mengenakkan Jilbab (Gamis)


Sementara itu, mengenai jilbab, Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain:


يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِلأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (QS al-Ahzab [33]: 59).


Kata jalâbîb yang terdapat dalam ayat tersebut adalah jamak dari jilbâb. Secara bahasa, jilbab adalah sejenis mantel atau baju yang serupa dengan mantel (Lihat: Kamus al-Muhith). Menurut beberapa pendapat ulama tafsir, pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. Kain penutup atau baju luar/mantel yang menutupi seluruh tubuh wanita.
(Tafsîr Ibn ‘Abbas, hlm, 137).
2. Baju panjang (mulâ’ah) yang meliputi seluruh tubuh wanita. (Imam an-Nawawi,
dalam Tafsîr Jalalyn, hlm. 307).
3. Baju luas yang menutupi seluruh kecantikan dan perhiasan wanita. (Ali
ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsîr, jld. 2, hlm. 494)
4. Pakaian seperti terowongan (baju panjang yang lurus sampai ke bawah) selain
kerudung. (Tafsîr Ibn Katsîr).
5. Pakaian yang lebih besar dari khimâr (kerudung). Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas‘ud
meriwayatkan, bahwa jilbab adalah ar-rada’u, yaitu terowongan (pakaian yang lurus tanpa potongan yang menutupi seluruh badan). (Tafsîr al-Qurthubi).

Intinya, Allah memerintahkan kepada Nabi agar menyeru istri-istrinya, anak-anak wanitanya, dan wanita-wanita Mukmin secara umum—jika mereka keluar rumah untuk memenuhi hajatnya—untuk menutupi seluruh badannya, kepalanya, dan juga juyûb mereka, yaitu untuk menutupi dada-dada mereka.

Lalu bagaimana keadaan wanita-wanita pada masa Rasulullah saw. ketika mereka keluar rumah? Hal ini akan tampak dari sebuah hadis berikut:

«قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا»

"Kami, para wanita, diperintahkan oleh Rasulullah untuk keluar pada saat Idul Fitri dan Idul Adha, baik para gadis, wanita yang sedang haid, maupun gadis-gadis pingitan. Wanita yang sedang haid diperintahkan meninggalkan shalat serta menyaksikan kebaikan dan dakwah (syiar) kaum Muslim. Aku bertanya, “ Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab. Rasulullah saw. bersabda: Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR Muslim).

Hadis di atas mengandung pengertian, bahwa ada salah seorang shahabiyah yang tidak memiliki pakaian (jilbab) untuk digunakan ke luar rumah; ia hanya memiliki pakaian rumah. Rasulullah saw. sendiri telah memerintahkan kepada semua wanita, bahkan wanita yang haid dan yang berada dalam pingitan sekalipun, untuk keluar menyaksikan syiar/dakwah Islam. Lalu kemudian wanita tersebut mengadukan kondisi dirinya. Rasulullah saw. kemudian memerintahkan kepada wanita-wanita yang lain untuk meminjamkan pakaian luarnya kepada wanita tersebut agar wanita tersebut bisa keluar rumah untuk memenuhi seruan beliau. Andai wanita-itu tidak mendapatkan JILBAB maka wanita tersebut tidak boleh keluar dari rumah.

Karena itu, jilbab dipakai setelah memakai lapisan baju dalaman (pakaian menutup aurat). karena Jilbab dipakai di bagian luar.
Jika kita masih kurang yakin dengan jilbab yang disebut baju luar, Ayat al-Quran berikut lebih menguatkan hadits di atas bahwa wanita punya namanya pakaian luar (jilbab/gamis/abaya) dan pakaian dalam (al-mihnah):

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ

"Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada keinginan untuk menikah lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka (pakaian luar) dengan tidak menampakkan perhiasan." (QS an-Nur [24]: 60).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita-wanita yang sudah mengalami menopouse boleh untuk menanggalkan jilbab (pakaian luar)-nya. Akan tetapi, mereka tetap wajib untuk menutup auratnya.

Jadi jika kita pengen BEBAS dari perintah berjilbab dan berkerudung maka pada diri kita harus memiliki dua syarat yaitu, sudah tidak lagi haid alias jadi nenek-nenek dan yang kedua, sudah tidak punya keinginan untuk menikah lagi. Punya gak ? he...he....peace :V

Dari beberapa nash dan keterangan yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa jilbab adalah pakaian luar (menyerupai mantel) yang luas dan tidak terputus (seperti terowongan) yang menutupi pakaian rumah/pakaian sehari-harinya (al-mihnah) dan seluruh bagian tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan. jilbabpun ketika dipakai tidak boleh transparan dan menampakkan bentuk bagian tubuh lainnya seperti pinggang, pinggul, dan maaf (pantat). jika jilbab yang dipakai masih memperlihatkan lekuk tubuh, maka jilbab tersebut bukanlah jilbab yang sesuai perintah sehingga jilbab tersebut haram dipakai. dan dia harus mengganti dengan jilbab yang lebih longgar sesuai dengan syariat.

Dengan demikian, jilbab dan kerudung merupakan dua hal yang berbeda. Banyak orang tanpa pemahaman menyamakan antara kerudung dan jilbab. Padahal keduanya disebut al-Quran dalam ayat yang berbeda dan kalimat yang berbeda. Khimar disebut "Al-khumuri hinna min juyub" (kerudung diulurkan sampai ke dada)  pada surah An-Nur 31 dan Jilbab disebut "Minjalabi bi hinna" (jilbab diulurkan sampai ke seluruh tubuh). pada surah Al-Ahzab 59. Satunya kain diulurkan sampai batas dada. satunya kain diulurkan sampai ke seluruh tubuh..

Jadi Seberapa panjangnya khimar tersebut entah panjangnya sampai ke pinggang, paha bahkan sampai lutut sekalipun tetap disebut khimar yaitu kerudung. Pemakaian khimar yang panjang tidak akan membebaskan kita dari kewajiban melaksanakan perintah yang satunya lagi yaitu jilbab atau disebut juga baju gamis. Keduanya merupakan perkara yang diwajibkan oleh Allah Swt. untuk dikenakan seorang Muslimah ketika hendak keluar rumah. 


Andai-pun kita masih saja kurang yakin dengan kedua pakaian luar ini maka saya pribadi menyarankan kepada para wanita untuk mencari ilmu fiqih tentang “pakaian wanita ketika ia meninggal”. 

Salah satu referensi kitab yang saya sadur yaitu, kitab Fiqih Wanita karangan Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, dalam ulasannya dalam bab jenazah beliau menulis :
"Para ahli fiqih mengatakan bahwa jenazah wanita muslimah dikafani dengan menggunakan lima lapis kain. Hal ini didasarkan pada hadits dari Ummu Athiyah dimana Nabi memberikan kepadanya kain sarung, pakaian luar, kerudung dan dua baju untuk mengkafani jenazah putrinya, zainab.

Mari kita coba bedah lima lapis kain tersebut dari yang paling dalam: 
- Dua baju itu menandakan 1 lapisan baju dalaman yang biasa dipotong menyerupai baju  yang panjangnya dari bahu sampai ke pinggang.  Dan 1 baju yang artian sebenarnya dibuat menyerupai rok yang di mulai dari pinggang hingga menutupi kakinya. kedua kain ini saya sebut pakaian "menutup aurat" yang jika si wanita masih hidup, pakaian ini dipakai ketika dia berada di dalam rumah.  
- Kerudung, atau disebut juga khimar, yang menandakan sebagai kain penutup kepala si mayit wanita yang jika si wanita masih hidup, dia memakainya ketika berada di luar rumahnya.
-Pakaian luar, Inilah yang disebut dengan "jilbab". sebuah kain yang tidak berpotongan yang diulurkan mulai dari bahu mayit wanita sampai menutupi kedua kakinya. yang dipakaikan setelah mayit dipakaikan terlebih dahulu dengan pakaian "menutup aurat". Inilah pakaian yang dipakai oleh wanita saat dia masih hidup saat dia keluar dari rumah dan bertemu dengan laki-laki yang bisa ia nikahi.
-Kain sarung, Inilah lipatan terakhir yang dipakai untuk menutupi seluruh tubuh mayit wanita dari kepala hingga kakinya.... kain lapisan terakhir.

Buku Fiqih apapun yang kita jadikan referensi, Maka saya yakin bahwa kita akan menemukan jawaban yang sama bahwa saat kita menghadap Allah-pun kita akan dipakai-kan pakaian diantaranya : pakaian Menutup aurat dibagian dalamnya, ditutup kemudian dengan jilbab diluarnya dan disempurnakan dengan khimar. Subhanaullah….cukuplah ini menjadi renungan buat kita.

Jika model berhijab sudah di atur oleh Allah, mengapa kita masih mencari model yang lain? model yang dimurkai Allah? toh model hijab-apapun yang kita pakai pada akhirnya kita akan dikembalikan pada model yang sebenarnya saat menghadap Allah.
Ingatlah, syarat sebuah amalan tidak cukup hanya dengan sebuah “niat” semata, tetapi “cara” dalam melakukan amalan tersebut juga diminta oleh Allah. Meski niat kita ingin menutup aurat kita karena Allah tetapi jika cara penutupannya tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah maka amalan itu akan menjadi amalan yang sia-sia...
"karena Hijab bukan sekedar niat".....

Maka berhijablah sesuai syariat, jangan menunda-nunda besok, besok, dan Esok. Karena pilihan kita hanya dua, menghijabi diri sendiri atau dihijabi orang lain. 

Karena apapun bentuk model pakaian kita di dunia, Jilbab dan Khimar akan tetapi menjadi pakaian “terakhir” kita nanti.  Jika sudah sampai disini hati kita masih enggan untuk berjilbab dan berkerudung, maka cukuplah Allah sebagai pembolak-balik hati dan cukuplah “hisab” di Akhirat sebagai pengingat.


Mudah-mudahan Allah Swt. memudahkan kita untuk melaksanakan setiap kewajiban yang telah Allah tetapkan serta mengokohkan iman kita dengan menjadikan kita senantiasa tunduk dan terikat dengan hukum-hukum-Nya.



Sumber Rujukan:

1. Taqiyyuddin an-Nabhani, an-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm, Darul Ummah.
2. Tafsîr Ibn ‘Abbas.
3. Tafsîr Ibn Katsîr.
4. Tafsîr Jalâlayn.
5. ‘Ali ash-Shabuni, Ash-Shafwat at-Tafâsîr,
6. Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân.