BIDADARI SURGA ASIAH

Wednesday, June 16, 2010

“JANGAN MUDAH MARAH TAPI MUDAH MEMAAFKHAN”


Pertanyaan yang muncul, kenapa saya mengambil judul “Jangan mudah Marah Tapi Mudah Memaafkhan”, sebab judul dan isi sebagian dari catatan ini, saya copy paste dari sebuah buku yang dikarang oleh Syaikh Fauzi Said dan DR. Nayif Al-Hamd dengan judul “Jangan Mudah Marah”. Bukunya harganya murah kok, cuma 10ribu perak, tapi isinya insya Allah bisa mengantarkan anda selamat dunia dan akhirat. Lagipula dengan menjadikan buku ini sumber acuan, dengan begitu hati saya tidak terlalu terbebani. Mengapa? Bukankah orang yang mengajak orang lain untuk jangan mudah marah maka dia sendiripun haruslah lebih baik dalam menahan amarahnya? Saya tau saya belum sebaik itu, belum pantas untuk menasehati orang. Karena itu ilmu dari buku ini saya teruskan saja untuk menjadi perisai bagi kita untuk jangan mudah marah tapi mudah memaafkhan. He…he….he..!

Rasa marah memang adalah bagian dari “gharizah baqa” yang ada dalam diri manusia. Gharizah baqa ini adalah sebuah naluri manusia untuk mempertahankan diri yang akan muncul ketika eksistensi dirinya diusik. Misalnya rasa emosi, benci, marah dsb. Adalah fitrah ketika rasa marah itu muncul jika tiba-tiba kita ditampar seseorang tanpa alasan. Gak mungkin kan kita akan diam atau menjadi welas asih seraya berkata. “Maaf, kurang afdol rasanya kalau hanya pipi kanan yang ditampar, andai tuan sudi, tamparlah pula pipi kiriku ini, biar maching warnanya”. Oh tidakkkkkkkkkk……………

Menurut Al-Manawi, rasa marah adalah “Ekspresi perasaan" yang merupakan efek dari jiwa yang bergejolak dan hal tersebut tidak bisa dinalar dengan akal.” Hal ini saya akui kebenarannya, karena pada umumnya orang yang sedang marah, nalarnya seolah-olah lenyap, saat itu perasaan mampu mengalahkan pemikiran (akal). Nanti setelah kemarahan itu dilampiaskan, amarah akhirnya reda. Baru kemudian kesadaran itu muncul yang akhirnya berbuah penyesalan.

Dari Mana Datangnya Marah.

UJUB ( rasa bangga terhadap diri sendiri).. Yaitu bangga akan status social, harta, status keturunan dan yang sejenisnya. Orang yang mempunyai ini cenderung lebih mudah marah karena dia menempatkan harga dirinya lebih tinggi dibanding dengan orang lain.

satu kisah nyata tentang hal ini:

seorang wanita yang mempunyai status social yang tinggi, sebab dia anak keturunan bangsawan. Kebetulan dia juga mempunyai harta dan jabatan yang cukup tinggi dalam pemerintahan. Suatu hari, anak ibu ini pulang ke sekolah dengan menaiki sebuah becak. Dalam perjalanan pulang kerumahnya, tanpa diduga becak yang dinaikinya bertabrakan dengan sebuah motor. Si abang becak kehilangan kendali dan becak itu akhirnya terbalik bersama penumpangnya. Dengan susah payah sambil merintih kesakitan karena tertindih becaknya, si abang becak masih tetap berupaya melakukan kewajibannya mengantar anak tersebut selamat sampai dirumahnya. Sesampainya dirumahnya, si anak melaporkan kejadian itu pada ibunya, dan apa yang terjadi? Prak…prak…prak….lima jari pancasila mendarat berulang kali pada wajah si abang becak tersebut….saat itu abang becak hanya bisa pasrah.

Perdebatan/perselisihan.

Abdullah bin Husain berkata : perdebatan merupakan penyulut kemarahan. Ketika sedang berdebat, Allah merendahkan akal orang yang berdebat sehingga muncullah rasa marah. Makanya jangan heran kalo di negeri kita ini kalo mulut sudah tak dapat berbicara, maka adu jotos yang akan berbicara.

Kadang kita gak sadar kalau senda gurau kita yang berlebihan, telah menyakiti orang lain. Misalnya, kita memanggil teman kita dengan si bondeng (Gendut). Emang sih kita jujur tapi kita telah membuatnya teringat akan kelebihan lemaknya dan dia tentu tidak menyukainya. Wajarkhan kalau dia tersinggung kemudian marah?

Rasulullah SAW bersabda :

"Sesungguhnya Allah membenci orang yang berbicara keji dan tidak sopan (kotor)". . Yah seperti kata pepatah “Lidah itu tidak bertulang” akibatnya “karena mulut badan binasa”. sebab itulah islam memerintahkan kita untuk berhati-hati dalam berkata.

Marah Terpuji dan Marah Tercela.

Marah juga terbagi atas marah terpuji dan marah yang tercela.

Marah yang terpuji adalah rasa marah yang timbul karena Allah, ketika larangan dan apa-apa yang diharamkan-Nya dilanggar. Marah semacam ini buah dari keimanan. Seseorang yang tidak marah ketika menemui keadaan yang mengharuskannya marah berarti lemah imannya. Lihatlah bagaimana kemarahan Rasulullah tidak akan timbul kecuali ketika melihat larangan-larangan Allah dilanggar. Aisyah Rad. berkata :

“Rasulullah tidak pernah sekalipun memukul sesuatu/ seseorang dengan tangannya, tidak juga seorang wanita ataupun pelayan. Kecuali pada saat berjihad di jalan allah. Dan beliau tidak pernah merasa dendam karena disakiti lalu membalas kepada orang yang menyakitinya, kecuali jika hal itu merupakan pelanggaran terhadap larangan Allah. Rasulullah membalas karena allah semata.”

Bisakah kita seperti Rasulullah yang tau kapan dan dimana mengeluarkan rasa marahnya?

Marah yang tercela adalah kemarahan yang muncul karena membela kebatilan dan setan atau marah yang hanya mengikuti hawa nafsu. Marah seperti ini hanya akan merugikan diri sendiri, mencelakai orang dan tentu dapat berdosa pula.

contohnya adalah kemarahaan teman saya waktu di SMA dulu. Ia marah karena pacarnya direbut wanita lain. Sedikit kisahnya, Dengan alasan solidaritas pula, kami menyusun rencana menyerang kelas si wanita perebut pacar teman kami. Strategi sudah kami susun, masing-masing memilih siapa yang akan dilawannya, saya tentu saja memilih yang porsi tubuhnya sama dengan saya. Saat bel tanda pelajaran usai berbunyi, kami mulai menyerang kelas tersebut. Tentunya satu-lawan satu. Tapi..”Kabur…”aku berteriak…spontan semua teman-teman pada lari berhamburan. Kelas jadi kosong melompong. Aku berdiri pura-pura gak tau masalah. Bukan takut dengan musuh, tapi karena keburu datang guru paling killer yang kekejamannya sudah terkenal semenjak sekolah ini berdiri. Alhamdulillah, gak jadi bonyok deh ^^.

Marah disini adalah marah yang disebabkan sesuatu yang bukan berupa kemaksiatan. Namun marah seperti ini tidak boleh melampaui batas. Dan harus ditempatkan sesuai pada porsinya. Berkenan dengan marah seperti ini, ada sebuah kisah di zaman sahabat.

Suatu hari budak perempuan Ali Bin Husain menuangkan air berwudhu untuknya ketika ia hendak melakukan shalat. Tiba-tiba ceret yang digunakan untuk menuangkan air terlepas dari tangan si budak wanita dan menimpa wajah Ali hingga melukainya. Serta merta Ali Bin Husain mengangkat kepalanya dan menatap budak perempuannya dengan wajah yang menyiratkan kemarahan. Melihat hal ini perempuan budak itu berkata : “Dan orang-orang yang menahan marahnya”. Mendengar ucapan budak tersebut, seketika itu juga Ali menjawab. “Aku telah menahan marahku”.. Budak tadi melanjutkan ucapannya: “Serta orang-orang yang memaafkhan kesalahan orang lain”. Ali menimpali, “Aku telah memaafkhan kesalahanmu”. Budak tadi kembali berkata: “Sendangkan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” Lalu Ali-pun berkata : “Pergilah, mulai saat ini kamu jadi orang merdeka”.

Itulah keanggunan yang ditunjukkan oleh orang-orang yang dapat menguasai amarahnya.

Nasehat Nabi Tentang Marah

Imam Ibnu Rajab meriwayatkan dalam kitabnya: bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, “Tunjukanlah kepadaku suatu amalan, yang dapat memasukkanku ke dalam surga serta tidak membebaniku. Beritahukan kepadaku ucapan yang mudah aku jalankan. Ajarkan kepadaku sesuatu jangan banyak-banyak agar aku dapat melaksanakannya. Apakah yang dapat menjauhkanku dari murka Allah?” Maka Rasulullah menjawabnya dengan satu jawaban untuk beberapa pertanyaan tadi, yaitu : “Jangan mudah marah”.

Ini menunjukkan bahwa rasa marah merupakan sumber dari segala keburukkan dan kejahatan serta menjauhinya merupakan pangkal kebaikan.

Selain itu, Marah adalah tunggangan Iblis dan Setan untuk menghancurkan manusia. Dengan marah Iblis dan Setan akan lebih mudah mempengaruhi manusia untuk berbuat kejahatan dan keburukkan. Karena pada saat marah manusia akan kehilangan akal dan pikirannya. Itulah mengapa ketika manusia tersebut telah sadar, dia hanya bisa mengucapkan, “saat itu saya tidak sadar”. Dan menyesali perbuatannya.

Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Barangsiapa dapat menahan marahnya disaat ia mampu untuk meluapkannya, niscaya Allah akan memanggilnya pada hari kiamat diantara para pemuka makhluk. Kemudian ia memilih bidadari yang disukainya” .

Subhanaullah, hanya dengan menahan marah kita dapat memilih satu bidadari surga yang kita sukai…hmm…coba hitung berapa kali kita udah menahan marah terhadap orang yang mendzalimi kita? Kali aja tawaran Allah berlaku kelipatannya.^^

Ibnu Abas juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Ada tiga perkara yang jika terdapat pada diri seseorang, niscaya Allah akan melindunginya dalam naungan-Nya, meliputinya dengan rahmat-Nya, serta memasukkannya dalam kasih sayang-Nya”. Ada yang bertanya, “Apa saja tiga perkara tersebut, wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab, “Seseorang yang jika diberi ia berterima kasih (bersyukur), dan jika mampu untuk marah (hendak marah) ia memberikan maaf, serta pada saat marah ia bisa meredakan kemarahannya”.

Memaafkan Adalah Lebih Baik.

Saya ingin mengingatkan kita semua dengan kisah Rasulullah ketika berdakwah. Ini adalah kisah favorit para pengemban dakwah ketika mereka diuji dengan sabar, marah dan putus asa.

Ketika Rasulullah pergi mendakwahkan islam kepada penduduk Thaif. penduduk Thaif malah mengusir Rasulullah. Cara mengusir mereka diluar batas. Para penduduk Thaif berbondong-bondong mengejar Rasulullah sambil melemparinya dengan batu. Saat itu Rasulullah hanya seorang diri, tak ada satupun sahabat yang membantunya. Batu-batu itu meghujani kepala dan tubuh Rasulullah. Rasulullah berlari sambil memegang kepalanya yang terus mengucurkan darah, badannya terluka pula. Saat itu Rasulullah melewati bukit uhud yang dijaga oleh malaikat. Malaikat yang sejatinya tidak diciptakan Allah tanpa hawa nafsu, kemudian marah melihat perbuatan penduduk Thaif pada kekasih Allah tersebut . Malaikat penjaga bukit uhud pun meminta izin kepada rasulullah : “Ya Rasulullah, izinkanlah saya untuk menimpakkan bukit uhud ini kepada penduduk Thaif”. Namun apa kata Rasulullah. “Jangan lakukan itu…mereka tidak bersalah. mereka melakukan itu karena mereka tidak tau, andaikan mereka tau mereka tidak akan berbuat seperti itu padaku.”

Subhanaullah, inilah contoh madrasah kesabaran dan sifat memaafkan yang diajarkan oleh Rasulullah. Andai itu saya. Maka saya akan berkata kepada malaikat” jangan malaikat…jangan ragu-ragu…kalau perlu usahakan semua penduduk tidak ada yang bisa lolos … “( Peace…)

Kenapa Harus Memaafkhan..

Manusia terlahir dengan kelebihan dan kekurangannya. Setiap manusia ada saatnya dia melakukan kebaikan ketika imannya siaga dan ada saatnya dia melakukan kekhilafan ketika imannya lalai. Karena itulah Allah mengajarkan Kalimat “maaf” pada penduduk bumi agar manusia bisa saling memaafkhan, walaupun memaafkhan itu sangat sulit tapi bukan berarti tak bisa.

Andai kita adalah orang yang tak bisa memaafkhan, itu berarti kita ingin mengatakan bahwa kita adalah orang yang sempurna melebihi para Nabi dan Rasul. Selama hidup, gak penah satu kalipun berbuat salah kepada orang lain, jadi kita gak tau artinya meminta maaf lebih-lebih harus meaafkan perbuatan khilaf orang lain kepada kita. Gak ada dosa yang mengalir..cuman pahala doang, juga gak pernah minta ampun pada Allah. Sadar..sadar…kita bukan malaikat sayang.

Bukan cuma pada saat merasakan makanan yang lezat kita menemukan kenikmatan, tapi kenikmatan memaafkan jauh lebih nikmat dari itu. Karena hati kita akan terasa lega.

Teman saya pernah berprasangka buruk kepada saya terhadap suatu perbuatan yang tak pernah saya lakukan. Saat itu saya tidak diam. Setelah saya menjelaskan kekeliruannya, diapun menyadari kesalahannya. Dia merasa bersalah pada saya, diapun mengirimkan sms yang bertuliskan…

“…dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran : 134).

Tersenyum hati ini saat membacanya, marah saya tiba-tiba mereda. Namun karena ingin mengerjainya, saya kemudian membalasnya:

“Allah memberikan waktu 3 hari bagi hambanya untuk memaafkhan kesalahan, karena itu saya ingin memakai bonus waktu 3 hari untuk tidak menegurmu. afwan.” Sms itu kukirim begitu saja.Namun hari belum senja, saya sudah merindukannya. Gimana gak rindu kalau hampir setiap hari kami selalu melewati waktu bersama. Ingin menelpon tapi takut ketahuan bohongnya. Akhirnya saya menahan rindu padanya selama 3 hari. Tepat ketika hari ketiga itu berakhir, saya langsung ke rumahnya dan kami berpelukan. Ah memaafkhan itu ternyata indah dan nikmat.

Lagipula buat apa menyimpan sesuatu yang menyakitkan berlama-lama di dalam hati. Itu merugikan diri sendiri dan merusak hati bisa-bisa jadi makan hati. Sayapun kemudian teringat nasehat nenek saya, nasehat yang diucapkannya ketika ia menangis karena disakiti oleh orang lain.

“Siapkanlah dalam hatimu sebuah keranjang yang di bagian bawahnya bocor, dan gunakan keranjang itu untuk menampung setiap perbuatan orang lain yang menyakitkan hatimu. Ketika kamu berjalan sampah-sampah itu akan berjatuhan sedikit demi sedikit. Sehingga tanpa kamu sadari kamu tidak akan merasakan sakit hati pada orang yang bersalah padamu”. Ah nenekku itu bisa aja…

Oleh karena itu teman, marilah kita bersama-sama memperbaiki kualitas keimanan kita kepada Allah SWT agar kita bisa menjadi orang yang tidak mudah untuk marah…tapi mudah untuk memaafkhan.

1 komentar:

herizal alwi said...

Abu Nawas mempunyai kebiasaan pulang larut malam dan hal itu sangat menjengkelkan istrinya. Sang istri pun akhirnya membuat rencana untuk memberikan hukuman kepada Wan Abu. Dan...

Rencana terealisasi dengan sempurna, tapi anehnya Abu Nawas malah selamat dari rencana istrinya tersebut. Ternyata Abu Nawas Abu Nawas yang dipukuli istrinya itu merupakan seorang pencuri.
Bagaimana Kisahnya.

Kisahnya

Diam-diam, ternyata Abu Nawas memiliki istri yang pencemburu.
Pada saat Abu Nawas sering pulang larut malam, ia selalu marah-marah.

Pada suatu hari, Abu Nawas keluar rumah hingga larut malam. Hal itu membuat istrinya merasa gelisah dan emosi karena sudah berjam-jam menunggu di rumah. Ia pun tidak bisa tidur gara-gara Abu Nawas yang masih dalam tanda tanya. Bahkan istri Abu Nawas sudah menyiapkan suatu rencana untuk memarahi Abu Nawas ketika dia pulang nanti.

Waktu pun sudah menunjukkan larut malam, begitu gelap, namun Abu Nawas tetap saja tak kunjung kembali pulang. Tiba-tiba saja, dalam kondisi yang seperti itu, terdengar suara seperti orang yang hendak masuk dari jendela rumah yang terbuat dari kayu. Mendengar suara itu, istri Abu Nawas pun langsung siap siaga untuk melancarkan aksinya.

Dipukul Dengan Kayu

Ia menuju jendela sambil memegang sepotong kayu berukuran lumayan besar. Ia berfikir bahwa Abu Nawas sengaja masuk rumah melalui jendela karena takut didamprat istrinya. Tak lama kemudian, masuklah seseorang melalui jendela yang ukurannya relatif kecil.

Dalam kondisi yang gelap, wajah orang tersebut tak kelihatan.
Akan tetapi istri Abu Nawas yang sudah tersulut emosinya langsung saja memukulkan kayu ke orang tadi. Ia memukul secara membabi buta hingga membuat orang yang dikiranya suaminya itu jatuh tak berdaya.

"Ampun... Ampun...," ujar orang tersebut.

Tentu saja karena pukulan yang membabi buta yang dilakukan istri Abunawas tersebut membuat orang tadi terkapar di lanatai. Istri Abu Nawas pun merasa sangat puas dengan tindakannya ini. Ia menganggap bahwa tindakannya setimpal atas kesalahan suaminya, si Abu Nawas.

"Ayo cepat bagun, lain kali jangan diulangi lagi dengan pulang larut malam," kata istri Abu Nawas dengan nada membentak.

Eiit...setelah ditunggu beberapa menit, orang tersebut tak juga bangkit-bangkit. Maka mulailah istri Abu Nawas menjadi penasaran. Dalam pencahayaan yang kurang, ia mencoba melihat dengan seksama orang yang dipukulnya tadi.

Betapa kagetnya istri Abu Nawas, ternyata orang itu bukan suaminya. Ia tak mengenali wajah orang yang dipukulinya. Dalam kondisi itu, istri Abu Nawas menyebut orang itu sebagai seorang pencuri dan berteriak dengan keras.

"Ada pencuri...tolong...toloong...," teriak istri Abu Nawas.

Kontan saja teriakan istri Abu Nawas tersebut membuat para warga berhamburan keluar untuk menangkap pencuri. Tak lama kemudian, beberapa warga pergi ke rumah Abu Nawas. Mereka lantas meringkus pencuri yang sudah tidak berdaya di lantai.

Ikut Bangga dan Bersyukur

Para warga pun merasa kaget melihat kejadian itu. Ada seorang pencuri yang ditaklukkan oleh seorang wanita. Pencuri itu babak belur terkena pukulan dari istri Abu Nawas.

"Wah, hebat sekalai, pencuri ini sampai terbaring tak berdaya di lantai. Mungkin butuh berminggu-minggu agar bisa pulih kembali," kata salah satu warga.

"Maaf Pak, saya tak bermaksud menyakitinya, apalgi sampai separah itu. Hanya kekeliruan saja, Pak," kata istri Abu Nawas.
"Keliru bagaimana" tanya warga.
"Waktu itu, ia masuk melalui jendela dapur. Dan saya kira suami saya yang baru pulang berpesta dengan teman-temannya, makanya langsung saya gebuk," jelas istri Abu Nawas.

Tak berapa lama kemudian, Abu Nawas pun datang ditengah-tengah mereka.
Setelah mendengar cerita tentang seorang pencuri yang babak belur dihajar istrinya, ia pun tersenyum kecil dan bersyukur.

"Untung saja bukan saya yang dihajar, makanya jangan main pukul, beginalah akibatnya," kata Abu Nawas.

Namun demikian, Abu Nawas cukup bangga dengan keberanian istrinya yang sanggup melumpuhkan seorang pencuri.